PRATIMA DURGA PURA IBU DIUPACARAI DIENG MELETUS
27/09/2009 Tinggalkan komentar
27/09/2009 Tinggalkan komentar
27/09/2009 Tinggalkan komentar
POSMO EDISI 30 26 Rebruari 2000: Pura Majapahit Keprabon sangat menarik, Ada yang unik ditempat ini, Rungsi ruangannya tidak selayaknya Pura pada umumnya, Ruang Utamnya didepan dan Ruang Nistanya dibelakeng, Didalamnya sangat banyak Peninggalan Sejarah yang mengandung Mistik, Tidak ada Orang yang berani mengambilnya, Sebab takut mrndapatkan celaka, Akibatnya Nyawapun bisa melayang. Pura Majapahit Keprabon usianya cukup tua, Boleh dibilang sudah ada sejak berdirinya Kerajaan Majapahit, Letaknya depan Komplek Marinir Karang Pilang, Bangunannya cukup Antik dan bernilai sejarah, Sebab di Pura ini banyak ditemukan benda benda peninggalan sejarah, Seperti Batu tempat Duduk R. Wijaya, Raja Majapahit Pertama, Buku Buku Kuna, Lukisan Ayam Jago Bertarung dan Sumur Peninggalan Sawunggaling, Pahlawan Penentang Penjajah Belanda, dan masih banyak lagi Barang Antik yang sulit disentuh tangan Manusia, Disamping itu fungsinya tidak seperti Pura umumnya, Sebab Ruang Utama ada didepan, Madya ditengah dan Nista dibelakang, Jadi terbalik ujar Hyang Suryo, Pendeta Ketua Pura Majapahit Pusat. Untuk ruangan Utama Pura Majapahit terdapat Padma, Pelinggihan dan Pratima Aqintia, Dikawal Patung Orang Tinggi besar berkepala Gundul. Ditempat ini Ratusan Umat Hindu melakukan Upacara Sembahyangan secara khusuk, dan berdo’a minta ketenangan dan keselamatan hidup. Ruangan Madya berada ditengah-tengah dan tidak jauh berbeda dengan bangunan Pura Pura lainnya. Diruangan ini terdapat Pendapa tempat Umat melakukan Diskusi Keagamaan, juga sebagai tempat menyimpan Buku Buku Kuna, Lukisan kuna bergambar Jago Tarung [Tabuh Rah], Arca Arca, Simbol Kerajaan dan benda benda antik lainnya. Buku Buku dan Benda Benda Antik itu kini tinggal sedikit, Sebab sudah dijual oleh orang dalam yang menjadi Pendeta disitu, Memang keterlaluan boleh dikata “Pagar makan Tanaman” Ujar Hyang Suryo. DIJAGA ANJING SILUMAN: Suatu ketika ada kejadian aneh, Orang Orang yang mengambil Benda Benda bersejarah dan Buku Buku kuna serta Lukisan bergambar Ayam Jago Tarung Meninggal Dnia selang beberapa waktu, Dialah Mbah Tejo dan Suhu Cing.”Mereka mungkin kena kutukan, karena sudah diperingatkan tidak boleh mengambil dan menjual, tapi tetap saja mengambil, akibatnya dia bernasib tragis, Hidupnya didunia tidak bertahan lama” ujar Biku Acun. Sementaea Ruangan Nista terletak dibelakang, bukannya berada dimuka sebagaimana umumnya, Fungsi ruangan itu tempat ruang Tamu dari berbagai daerah di Jawa Timur, Kalau ngobrol ditempat ini tidak terasa hingga larut malam, dan salah satu sudut ruangan digunakan untuk menabuh Gamelan ileh Sesepuh umat Hindu, tiap minggu yaitu Mbah Somo, Mbah Kandar, Mbah Cokro, dan Mbah Selo. Kini Pura itu kondisi ditutup, sambil menunggu calon Pendeta yang baru. Sebab Pendeta lama sudah meninggal dunia setelah menjual barang barang Antik didalam Pura. Siapa yang kesana haruslah berhati-hati, tidak boleh berbuat semaunya, apalagi berniat jelek. Ada apa sebenarnya? Ternyata. Dipercaya Pura ini dijaga Anjing siluman Hitam. Yang terkenal dengan nama Mbah Ireng. Mahluk ini setiap saat bisa menampakan diri. Pernah seorang pengusaha mebel Jiang Kwok lari terbirit birit ketika melihatnya, yang jelas tidak takut digigit, tapi menyeramkan. Bagi yang berniat baik ke Pura, sudah tentu tidak diganggu oleh Mbah Ireng, Malahan akan merasa tentram dan teringat kehidupan masa lalu, mengingat suasananya yang masih berbau Mistik.Kini Mangku Pura Drs. Made Sudarsana dari UNTAG
26/09/2009 Tinggalkan komentar
20/09/2009 Tinggalkan komentar
Bapak Genden dari Baturiti, Oleh Sri Wilatikta Brahmaraja XI atau lebih dikenal Hyang Suryo diangkat sebagai Pemangku Sepiritual Pera/Puro Majapahit Trowulan. Mangku ini mengikuti Hyang Bhatoro Agung Suryo Wilatikto ke Puro Mangkunegaran, karena piawainya membaca mantra Majapahit dan membunyikan Genta, maka mendapat Penghargaan Bintang Budaya Sepiritual dan bergelar Sri Mpu Wang Bang Pinatih. Ditambah Bintang Dharma Budaya. Memang akhirnya di Bali menjadi Kontroversi, dimana malah tidak diakui, karena Mangku harus melalui Proses Diwinten/Dwijati oleh yang berwenang, Akhirnya Sri Wilatikta Brahmaraja angkat bicara, Bahwa di Trowulan tidak ada Mangkunya, lha untuk Orang Jawa tidak mengerti Prosedur Per Mangkuan, akhirnya diangkatlah Bapak Genden sebagai Mangku Oleh Brahmaraja XI mengingat Penampilan cukup dipercaya mirip Pinisepuh di Jawa yang berjenggot, Hafal Mantra dari Buku Mantra yang banyak di jual di Toko, bisa mainkan Genta/Bajra, ditampilkan di Pura Mangkunegaran Solo sangat membuat kagum Orang Jawa yang 500 tahun dipegang Kiyai tanpa Genta dan sesaji, Paling sebungkus Bunga dan Menyan, akhirnya di Jawa diakui dan bahkan dapat gelar Sri Mpu Pandito Mojopait. Ini sebenarnya untuk Lokal di Pura Majapahit, bukan untuk di Bali, Memang salah Bapak Genden kalau Show di Bali, tentu dipertanyakan. Di Majapahit, Kerajaan China Raja punya Hak mengangkat Pandita yang dianggap bisa memimpin acara interen bukan untuk umum, khusus diwilayah Keraton saja. Jadi hal ini memang banyak yang mempertanyakan, Kini Bapak Genden/Sri Mpu versi Majapahit Jawa sudah tidak di Pura Majapahit Trowulan, Beliau pernah diserbu Karyono mau di Bunuh dan melarikan diri ke Jakarta, Untung ada Cina yang menjemput atas perintah Hyang Suryo dan dilarikan ke Hotel Satelit Surabaya, Beliau tidak tahu Kalau ada mangku Bali sempat diseret keluar dari Pura, Pikirnya aman Pakaian Putih Udeng Putih, melihat ini Karyono mengumpulkan Masa entah darimana lalu jam 21 malam memasuki Pura Majapahit dan menggeledah Pura mencari Mangku Orang Bali karena terlihat berbusana Bali, untung jam 20 dijemput Om Tjun Fe dari Surabaya dilarikan ke Hotel Satelit tempat Hyang Suryo berkantor. Sebelumnya ada Telepon dari Trowulan bahwa Pura Mau diserbu Karyono sebab Ada Tamu dari Bali. segera Om Cun Fe ambil tindakan menjemput sang Mangku Jawa. Agar tidak jadi Bulan bulanan Karyono, bisa dibayangkan kalau tertangkap Karyono dikeroyok digebuki, bahkan bisa dibakar hidup-hidup, Waktu itu Gereja-gereja di Mojokerto pada di BOM Teroris lagi Berkuasa, WTC Hancur, Kuta luluh lantak, Kedutaan Australi Merotoli dll. Teroris Benar-benar Berkuasa waktu itu, Ketua RT bapak Sumono sampai Bersimpuh mohon ampun Karyono karena Mau di Saduk’ i [ditendangi] Karyono, Bak Il putri Pak RT sampai nangis melihat Gurunya Koirul Huda [Guru SMP Islam/Ketua Ansor] ikut mendukung karyono menyuruh Penduduk sekitar Pura Mengungsi Karena Pura Majapahit mau di BOM. Ketua RW Bapak Haji Sabar pun Ketakutan melihat Kaeyono yang di Dukung Ketua Ansor Koirul Huda “Saya malu sekali punya Guru Agama seperti Pak Huda yang suka nyerbu Pura sebelah saya”, Sejak itu Bapak Mangku Jawa Genden tidak pernah muncul lagi di Trowulan, ada kabar di Taman Mini Jakarta. Demikianlah Kisah Mangku Pura Majapahit yang dapat Penghargaan Mangkunegaran tapi hampir tewas ditangan Karyono. Informasi ini ya memang lucu tapi saat itu tentu serius Buktinya sampai MUSPIKA nutup Pura Majapahit. Yah inilah Kisah Budaya digebuk Agama. Ketika awal 2009 Pura Ibu Jimbaran dapat Kiriman Buku Sejarah Kadiri karangan Tan Koen Swie Sangat membuat terkejut ternyata Nasib Leluhur sama seperti 500 tahun yang lalu Di Kepruk Sunan Bonang, Apakah Karyono titisan Sunan? yang siap menghancurkan Hindu Masa kini? yang bisa menjawab tentunya Para Penonton, Mantan Prjabat waktu itu dan Karyono sendiri dan cs nya. Benar benar selama 500 tahun yang lalu islam jadi tukang Kepruk Candi, patung dll. Contoh Saptodarmo di Jogja Di Kepruk’i Orang berjubah masuk Trans TV, Jakarta Kafe, Biliard tak luput di Kepruk’i Orang berjubah atas nama islam juga selalu berulang ulang disiarkan TV, oh ya itu di Monas Kerukunan Ber Agama tak luput Gebukan Bambu sampai ada Gadis Bali Mrempul Kepalanya masuk TV, Belum yang tak ter siarkan. Lagi Masjit Ahmadiah dibakar/dihancurkan, ohya Gereja-Gereja di Jawa Timur-Jawa Barat tak luput dihancurkan dan dibakar. Ya inilah totonan Negri ini, yang konon Pancasila BINNEKA TUNGGAL IKA TAN HANA DARMA MANGRUWA Jadi jaman Jahil liyah 1000 tahun yang lalu di Arab. Amit…Amit…Jabang Bayi, Ndang Lahiro Nak…Anak e Sabdopalon, Ngelakok no Karmane 500 tahu biyen. Pati saur Pati, Utang Barang nyaur Duwit, Utang Agomo yo nyaur Agomo. Gunung Bledos, Lindu, Banjir, Angin Agung,Alun minggah ing Daratan, Pageblug lan Jagat Royo di Obah ne. ben Molak Malek jamane.
12/09/2009 Tinggalkan komentar
Beliau bergelar Sri Wilatikta Brahmaraja I hingga masa berakhirnya Majapahit, Prabu Brawijaya masuk islam, Jenggala tetap dipegang Sri Wilatikta Brahmaraja V / Jayasabha X / Wisnu Wardahan VIII, Karena dahulu komunikasi kurang dan runtuhnya Trowulan yaitu Brawijaya oleh Kerajaan islam Demak, Jenggala/Kadiri masih eksis bertahan hingga 1522 Barulah Sri Wilatikta Brahmaraja V meninggalkan Kadiri karen diserang Trenggono putra Patah yang takut Kadiri kuat bekerjasama dengan Tentara Kristen Portugis. Brahmaraja V yang kulitnya kuning menyamar jadi Cina, sedang Para Resi yang agak hitam disuruh ke Bali untuk memperkuat Niskala Bali termasuk Resi Dwijendra. Waktu itu Bali masih memakai konsep Mpu Kuturan Bagawanta Budha. Jadi disini jelas Trah Jayasabha/Brahmaraja eksis didukung Dinasti Cing dari Cina tetap Budha dengan membangun Klenteng karena kalau bikin Candi dicurigai islam, ketika Belanda masuk Trah Brahmaraja dianggap etnis Cina Majapahit muja Pek kong, aman saja bahkan Brahmaraja VI Jingkang mendapat hak istimewa, Apakah Jingkang ini yang di Bali dianggap dari Cina ini membutuhkan penyelidikan silsilsh Bali, Sebab Jingkang Raja JenggalaBayangan punya Jung / Kapal layar besar model Cina, bahkan di Ujung galuh Zaman Belanda menjadi kepala Pelabuhan / Syahbandar. Jingkang bermarga Li / Raja menurut orang Cina, supaya tidak dicurigai tentara islam ngomong dibikin Pelat seolah logat Cina, Diteruskan Jingwan tetap syahbandar punya banyak Jung untuk berlayar dimana salah satu Jung nya hancur di selat Malaka di mana didalam Jung ikut Suhu Tan Tik Siu yang juga dimakamkan di Tanjung Pinang.
Keturunannya Tan Koen Swie tetap melestarikan adat Jawa yang menerbitkan Darmogandul dilindungi UU Belanda. Tan Tik Siu Zen [dewa] cukup dikenal di Tulung Agung / Jenggala dianggap Dewa. Mbah Gede Ngadri putra Jingwan 12 bersaudara. Mbah Gede Ngadri adalah Suami Mbah Putri Gading Ludaya Putri sakti Singa Ludaya dan bisa berubah jadi Macan Gadungan Tongkat nya jadi ekor nya. Tongkat, bedug dan Pusaka diwariskan cucu tunggal tercintanya yaitu Hyang Suryo.Juga Mbah Gede Ngadri mewariskan sejumlah Pusaka, cap Kerajaan dan barang rahasia yang tidak bisa disebutkan satu persatu, Termasuk Keris Nagaraja [difoto keluar Naganya diketahui Semar Suwito Wartawan Liberty] Foto bisa dilihat di Puri Gading. Menyusul kepala Hyang Suryo/Brahmaraja XI kepalanya pas ketika Mahkota ajaib Majapahit dikembalikan. Inilah cerita keluarga, jaman Orde Baru Hyang Suryo aman saja karena penyembah Leluhur aktip, 1983 sempat meresmikan Makam Mbah Bodo Pahlawan Budaya di Smberpucung Malang. dan Hyang Suryo berkiprah di Aliran Kepercayaan dibawah Dirjen Kebudayaan, Bahkan Panitia Suro’an di Trowulan sejak 1980 an bahkan cukup dikenal di Trowulan 1960 an, Tahun 1969 melepaskan Jaini Putra Pak Saguh Pendopo Agung yang di Belok/ dipasung kakinya, dan masyarakat Trowulan cukup kenal Marim penduduk Putri Cempo kenal Hyang Suryo masih gadis, anak gadisnya teman baik Hyang Suryo sampai sekarang Ria namanya sudah punya anak saksi hidup di Trowulan masih, Panitia Hari besar Suro ada SK nya sampai hari ini belum dipecat/dicabut.
Hingga Pura Majapahit Trowulan di tutup 2001, 2002 masih kirap Suro, juga 2008 masih ikut kirap Sapdopalon di Trowulan. Bahkan upacara dirumah tidak boleh malah kirap Pratima di Tulung Agung, Malang, Kertosono, Gudo Jombang 2009. Bali kirapnya tak terhitung, Siwanawaratri, Ganesa caturty dll. Pura Majapahit GWK awalnya di GWK kisruh, bahkan Ruko Pura Majapahit ditutup Bambu tidak bisa masuk jadi masuk liwat Rurung Agung. Tapi setelah tau Pura Majapahit bambu dibuka kembali, karena Orang Bali pantang menutup jalan Ida Bhatara, Belakangan Klian baru Demo minta jalan Rurung Agung ke GWK dan dikabul kan e e e, Malah tidak mendukung Pura Majapahit pura-pura tidak tahu apalagi ketua PHDI kuta selatan Amplik ikut juga ambil bicara, menuduh tidak nyukat genah, caru yang mana membuat masyarakat yang ngayah panas, akhir nya Rurung Agung di tutup batu oleh penduduk setempat dan mereka diam sekarang termasuk GWK, coba baik-baik Rurung Agung sekalian jalan ke Pura Dalem Majapahit GWK kan orang maklum, lha dapat jalan Rurung Agung Pura dilecehkan padahal dulu masuk ke komplek Roko ditutup berkat Pura Majapahit dibuka, ya namanya orng Leluhur dikenakan pepatah “habis manis sepah dibuang” apalagi Pura Majapahit punya Pratima Durga Mahisa Nandini ketika dipendak dilinggihkan/dipinjam Universitas Mahendradata Bali diguyur hujan sampai banjir dimuat koran “Bali disapuh Durga” juga Bali aliran Siwanya kuat tapi perayaan Durganawaratri hanya segelintir orang Bali yang datang hingga sebuah majalah mengulas Durga sampai puluhan halaman. Jadi inilah penjelasan Nyata, bukan bukan pendukung Pura Majapahit GWK serakah ingin ngemis tanah di GWK, dulu diundang bahkan Direktur GWK nyumbang Odalan [Dokumen foto,VCD lengkap] Upacaranya besar-besaran sumbangan Odalan, caru, dll dari Puri/Griye dan umat semua itu untuk tanah GWK dan Bali yang di Sungsung ya Leluhur Bali Prabu Airlangga [dijawa dipakai Universitas Airlangga] Bapaknya Prabu Udayana [dipakai Bali Universitas Udayana] Ibunya Putri Jawa / Kerajaan Kadiri Mahendradata [dipakai Universitas Mahendradata] juga dimanivestasikan Durga Mahsa Andini di Blahbatuh. Hyang Suryo Pribadi bahkan ingin menarik Pratima pulang ke Jawa padahal sudah ada Pelinggih sampai cari ruko di Puri Gading agar kalau Odalan di GWK Pratima Prabu Airlangga dekat ngambilnya, bukan ke Buleleng/jawa. Nyatanya di Puri Gading Maju untuk Pelinggih Ibu dan sudah odalan 5X. Aneh tapi nyata, Menurut Bapak Badeng mantan Kelian Puri Gading sudah di program Leluhur, Pak MONGKEK salah membangun rumah, sampai ribut akhirnya tanah Pak Mongkek di bangunPendopo Majapahit hingga Pura Ibu kelihatan luas.
Dan tanah untuk Pelinggih Ibu benar-benar suci belum pernah dibangun rumah. Padahal dulu Ibu juga sudah ikut Ngenteg linggih di GWK Ungasan, Ibu pindah begitu saja ke Jimbaran dengan diiring Mahasiswa/siswi Mahendradata dan masyarakat Ungasan ,jimbaran pindah Ruko ke Ruko sangat menyedihkan tapi ini demi bisa di Odali, caru dan disegeh tiap hari karena Trowulan di tutup Camat yang lulusan Universitas Airlangga [keterangan bpk’ Djoko BUDPAR mojokerto mengaku teman sekelas sambil menangis di Pura Budaya Majapahit] aneh tak lama camat struk masuk rumahsakit dan 3 tahun baru tewas setelah menderita lama “Sudah saya peringatkan jangan ngutik Majapahit, Majapahit itu lungit, tapi tidak percaya” ujar Pak Djoko yang menawari Gedung Pendopo bekas Wedono di jalan raya desa Brangkal, untuk Pusat Informasi Majapahit didukung Bapak. Bramianto teman Bupati Mojokerto Achmadi tapi Hyang Suryo menolak karena camatnya sama yaitu Trowulan. nanti dikira ngece/menggoda Camat Trowulan yang nutup.
Demilianlah sekilas Sejarah Dewi Durga pernah Ngenteg Linggih, caru, odalan di GWK kini punya Pelinggih di Puri Gading, Kami penyungsung Pura Majapahit GWK mengucapkan terimakasih pada investor GWK baru yang meminta Ruko tempat Bhatari Durga Melinggih, dan Hyang Suryo pindah ke Puri Gading hingga terbentuk Candi Ibu termegah di Asia. Semoga GWK tetap jaya karena masih ada Prabu Airlangga yang melinggih dan diberi Odalan mudah2an Patung cepat selesai dan Pratima pulang kejawa, contoh Pratima Ganesa dulu satu komplek dengan Patung kini ,malah punya Candi pindah ke Rumah Hyang Suryo di Bantang Banua Sukasada rumah itu hadiah Gusti Latria adik Pahlawan Letkol Wisnu Dan Ganesa juga candinya tak jauh dari monumen Letko Wisnu satu komplek.[dipisahkan telabah/sungai] sangat memalukan dikira Prabu Airlangga Pengemis, padahal di GWK tak jauh ada Pelinggih Penari dulu di Ruko lalu dipindah ini aman saja, tapi malah Prabu Airlangga yang di Patungkan tanpa pernah maturan pada Prab untuk minta ijin, untung Direktur GWK lama Odalan, juga GM nya, yang baru malah mempertanyakan, contoh Gubernur lama punya program, masak Gubernur baru menghentikan?…IRONIS. {Komang Artanegara} 12-09-’09.
12/09/2009 Tinggalkan komentar
Jadi kalau kota besar bikin mrajan cukup lapor Dinas Pemakaman kalau nyekar dirumah, ada kuburan rupa Candi tidak ada mayat tapi roh nya saja. Sedang pedesaan tidak ada Dinas pemakaman karna tanah luas, bahkan di Madura, jawa barat orang ngubur mayat belakang rumah boleh, demikian Hyang Suryo bikin Mrajan belakang rumah dan disebut Pura/Puro/Griyo/Puri tempat Leluhur dan yang masih hidup. inilah dituduh tempat ibadah Hindu karena banyak Keluarga datang nyekar dan upacara khususnya warga Bali keturunan Majapahit yang memang tidak ditumpas islam. Karena ditutup tidak boleh upacara lalu diundang ke Bali saja padahal Hyang Suryo tidak punya rumah di Bali tapi Bali menyisakan Keluarga besar Majapahit bukan islam yaitu Siwa-Buda yang masih memuja Leluhur.
Kebetulan Prabu Airlangga dipatungkan di GWK, daripada di Trowulan tidak bisa upacara maka lebih baik Pratima Prabu Airlangga disemayamkan di GWK tempat Beliau di patungkan tertinggi di dunia. Dan yang diundang Pratima Airlangga maka dibuatka Pelinggih/candi Leluhur lain belum, waktu di GWK orang singaraja tidak mau kalah dan ingin punya juga Patung Ganesa Tertinggi di dunia. Hyang suryo usul ,agar bisa terwujut Sungsung saja Pratima Ganesa di Singaraja pasti terwujut, ini komitmen awal Ganesa di sungsung di Singaraja. Tepat 9 bulan Patung Ganesa justru terwujut , dan yang mewujutkan justru bukan yang punya komitmen awal, tapi seorang Pemuda 22 tahun Ketua Pemuda Hindu Dunia Wedakarna bersama orang Jerman. Patung Ganesa ini diresmikan dan masuk MURI Hyang Suryo/Brahmaraja XI, dan Sukmawati Sukarno menandatangani Prasasti Batu Marmer Peresmian. Setelah 9 bulan ngurus Ganesa di Singaraja,
Hyang Suryo kembali ngurusi Pura GWK, kebetulan Investor ganti, Ruko diminta investor baru, Hyang Suryo mencari Ruko di Puri Gading dekat GWK untuk tempat Pratima Leluhur Majapahit, juga kalau GWK odalan Mendak Pratima Airlangga yang juga GWK tidak jauh. Akhirnya Puri Gading banyak orang Maturan tanah maka dibuatkan Pelinggih Ibu yaitu Siwa Parwati Tangan seribu berupa Candi Ibu, bahkan kini sudah 3 Candinya, satu Meru, dan Gedong Pratima/klenteng. jadi Ibu pun sudah punya Pelinggih/candi dan Odalannya lain dengan GWK [Purnama V], Candi Ibu Buda Gumbreg Enyitan 6 bulan sekali. Di GWK dituduh Amplik ketua PHDI kuta selatan tidak nyukat genah dan caru, Padahal Ngenteg Linggih, Caru, Odalan dipuput Ida Pedanda Bang Manuaba, juga tiap Odalan Purnama V dipuput Ida Pedanda Manuaba, Wanasari, Negara dll. lengkap Gamelan hotel Wina, Giridarma [sekarang bubar], ungasan, Wayang Mengui, Topeng, Joget bumbung setempat. Raja Tibet, cina, jepang dll orang Buda ikut hadir bahkan tiap acara masuk Radar Bali, Bali TV, Indosiar dll. Ida Pedanda Manuaba saja 5X pernah muput, kalau di Sindhu, Bajrasandi, Art centre dll tidak bisa dihitung muputnya, Pedanda yang lain yang ikut muput tak tercatat. Ngenteg Linggih Candi Ibu Jimbaran juga dipuput Tri Sadaka salah satunya Prof. DR. Narendra [Ida Pedanda Telabah} yang dulu pernah Muput di Trowulan mendampingi Ida Pedanda Made Gunung [Ketua PHDI Bali muput 2001 sampai ditemui George Bus Presiden Amerika setelah muput], Ida Pedanda Basuki [Ketua PHDI Badung muput 2001].
Jadi tuduhan Amplik Ketua PHDI Kuta selatan sangatlah menghina Tokoh PHDI yang muput Pura Majapahit, Bahkan Prof, DR Subagiasta dari PHDI memberikan Darmawacana Ngenteg Linggih di Puri Gading menyatakan Bhatara Bhatari Majapahit sah melinggih dengan adanya upacara yang lengkap, Rejang Dewa , Topeng Sidakarya, Tarian Keraton dari Permaisuri Gusti S. Jelantik Puri Karangasem. Jadi Pura Majapahit adalah Pelestari Budaya Siwa-Buda dimana orang dari Cina ikut ambil bagian Odalan karena merasa satu Ras yaitu Indocina Asia. Dimana Bali kalau Odalan tidak bisa lepas dari uang Kepeng bertulisan cina untuk upacara, sangatlah terpukul pendukung Pura Majapahit etnis Cina melihat tulisan Amplik mengatakan Pura kok dijaga Biksu dan ada tulisan cina di Pura dan tidak dijaga Mangku padahal Pura Siwa-Buda dan cina Buda Leluhur Putri Majapahit. Inilah kalau tidak mengerti tanya dulu,
Padahal Bendesa Adat Jimbaran saja mendak Tirta ke Trowulan Pura Majapahit yang ditutup saudaranya Lakon Bendesa adat Jimbaran Lakon tiap pagi ngayah nyapu di Pura Puri Gading sampai sangat menyesal atas ulah Amplik menuduh tidak memakai adat Hindu yang baru disahkan 1961 sedangkan Bali sejak Jaman Majapahit tidak pernah libur Odalan dan caru. Belum lagi AA. Ng. Darmaputra SH juga marah, untung Hyang Surya/Brahmaraja XI meredam, agar tida malu didengar yang nutup Pura Majapahit ribut dengan saudara sendiri. inilah penjelasan kami Pura Majapahit Bali [Trowulan ditutup] marilah kita rukun bersatu sesuai dasar negara yaitu Pancasila “Bhinneka Tunggal Ika Tanhana Darmamangruwa” ciptaan Leluhur kita yang kitabnya lestari di Bali, dijawa memang tidak kenal yang diagungkan kitab arab.sampai nutup Pura Majapahit keturunan yang kitabnya dipakai dasar Negara R.I. yaitu Pancasila, kita maklum arab[islam] tidak bisa rukun denga Israel[kristen] saudaranya sendiri apalagi dengan Majapahit yang menyatukan jadi kita maklum mereka tidak kenal persatuan, itu Kerukunan beragama di monas dipukuli bambu masuk tv. Gereja dibakar [situbondo] di bom [mojokerto] padahal saudaranya sama-sama dari timur tengah. barusan bom lagi meledak Ali orang arab ditangkap penyandang dana, jadi cerita ini bukan mengada ada tapi kenyataan. Jadi Pratima sudah lama ikut di Bali dan berada di GWK lalu melinggih di Puri Gading dan punya pelinggih/Candi sendiri lalu bisa Odalan sendiri yang harinya lain dengan GWK dimana dulu Gedong di ruko GWK sekarang di Ruko Puri Gading dan Puri Gading punya Candi 3 Meru 1 Gedong 1 , Kuri Agung juga sudah punya. yang baru di plaspas ditanami Pedagingan kiri dan kanan.
04/09/2009 Tinggalkan komentar
04/09/2009 Tinggalkan komentar
29/04/2009 37 Komentar
Berita dari Puro Mangkunegaran Solo oleh Kanjeng Pangeran Wa Arya Sontodipura kawedalan dening “Mbangun Tuwuh” .
Pada tanggal 1 Januari 2009 atas prakarsa Dr.Wedakarna keturunan Arya Kenceng diadakan doa bersama di Pura Besakih dengan menyertakan Pratima Ganesha yang habis meruwat Jagadraya/dunia di Pura Jagadnatha. Brahmarja selaku pemilik pratima mengikutkan pratima RATU MAS agar bisa melinggih dipelinggihnya yang dibuat 666 tahun yang lalu itu. Hyang Bhatara Agung Surya Wilatikta yang kebetulan turunan kesebelas Brahmaraja akhirnya berhasil membawa dan melinggihkan Pratima RATU MAS biarpun hanya semalam . Jadi Pratima Ratu Mas yang dibawa khusus dari Majapahit Trowulan ini baru pertama kalinya Melinggih Ratu Mas Pura Besakih sejak dibuat 666 tahun yang lalu. Sejarah terulang dimana Hyang Bathara Agung Wilatikta Brahmaraja XI di depan Pretima Ratu Mas Melantik DR. Wedakarna sebagai Raja Negara Bali seperti 666 tahun silam Arya damar melantik Arya Kenceng Leluhur Wedakarna.
Kejadian ini sebetulnya tanpa disengaja Brahmaraja XI (Hyang Suryno ) ketika mendapat surat permohonan agar Ganesha dibawa ke Besakih mendapat pawisik agar pratima RATU MAS diikutkan karena di Besakih Beliau punya pelinggih. Akhirnya pratima Ratu Mas diikutkan. Dimana Gilimanuk disabut semua umat beragama diiring dan mampir dipura segara, Pura Majapahit Negara Bali, Pura Rambut Siwi, Pura Ibu Majapahit JIMBARAN, Pura Jagatnatha dan akhirnya ke Besakih 1 Januri 2009 yang mana setelah dihitung tepat 666 tahun usia Pelinggih Ratu Mas di Besakih.
Juga karena Dewi Yulan berasal dari Cina dan beragama Budha maka diiringi dua Barongsai Cina Merah dan Putih. Barongsai ini pun yang pertama masuk Besakih dimana penduduk Besakih masa kini baru pertama kali melihat, dan anehnya depan Pelinggih Brahmaraja ada Patung Barongsainya dua menjaga Pintu Ukiran Meru.
Pada awalnya Barongsai sempat dipermasalahkan kedatangannya di Pura Hindu, ternyata Besakih adalah Pura Majapahit yang dibuat 1343dan Agama Hindu baru di sah kan 1961. Juga Patung Barongsai sudah ada di dalam Pura Besakih sejak 1343, 666 tahun yang lalu, ini lah akibat Orde Baru dimana Kesenian Barongsai dilarang hingga pemuda masa kini tidak tahu bahwa Leluhur Putri dari Cina dan selalu dikawal Barongsai, untung di Bali uang Cina / Gobok Kepeng masih digunakan Upacara jadi mudah untuk menjelasankan bahwa Cina masih saudara dimana Fosil Manusia Purba Solo / Trinil sama Cina. Dalam sejarah kita dari Yunan Cina atau Kita Asia adalah Bangsa Indo-Cina.
Surakarta, 14 April 2009
Arya Sontodipura
Pemred B. T.
12/04/2009 Tinggalkan komentar
Di Pusat Informasi Majapahit Kingdom masa kini, Jl. Brawijaya Dara Jingga 13/16 tembus Sabda Palon utara kolam segaran Trowulan sebagai pusat kerajaan Majapahit Nusantara, Hyang Brahmaraja XI memberikan pengetahuan yang adi luhung kepada kawulanya, diantaranya ajaran leluhur untuk tidak melakukan Molimo: main, minum, madon, madat lan maling sebagai penjelasannya Brahmaraja XI mengutarakan sebagai berikut sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Dan Brahmaraja sudah mempraktekan untuk wakil ciri khas / cermin diri khas orang Majapahit, tetapi Brahmaraja tidak pernah memaksakan ajaran ini, cuma kalau ingin mumpuni silahkan di laksanakan ajaran budi pekerti yang luhur ini;
Jadi semua bisa di lakukan dengan kesadarannya sendiri sebagai kawula Majapahit. Contoh saja mau masuk ke Pura / Keraton Majapahit saja di suruh perhatikan hal-hal seperti di larang masuk bila habis dari tempat maksiat , selesai dari kuburan, wanita yang mengalami datang bulan (haid) dan ibu yang menyusui karena harus membersihkan diri terlebih dahulu (di lukat, di bersihkan atau di tirta) sesuai adat Majapahit. Sama yang di terapkan di candi-candi pada masa Majapahit cuma memang di anggap tempat musyrik oleh arab hingga mengabaikan kesucian tempat leluhur di Nusantara. Padahal bukan musyrik seperti yang arab duga seperti ka`bah adalah juga tempat malah kotak saja, itulah faham yang di dengung-dengungkan oleh pedagang arab dulu supaya bangsa kita meninggalkan budayanya untuk mengikuti budaya mereka dan supaya terus bisa menjajah negeri Nusantara. Kenyataannya di seluruh pelosok Nusantara bila ada penggalian cagar budaya pasti di temukan uang gobog / pis bolong huruf cina (kasunyatan). Ironis peninggalan leluhur yang begitu bagusnya di rusak hingga ada bukti di temukannya situs-situs, tetapi sekarang terbantahkan (merasa mayoritas) karena aksara yang paling bagus, bahasa yang paling bagus adalah yang berbau arabisasi. “Berapa banyak orang yang bisa ke arab ?”. Bisakah rakyat mengikuti budaya arab yang masih mengikuti faham perbudakan. Bangsa kita di anggap budak kalau menjadi TKI atau TKW di sana. Agama hanya di pakai alat untuk menancapkan sistim penjajahan terselubung. Bangsa Indonesia sudah punya Pancasila tetapi sudah di anggap tidak berlaku lagi / tidak cocok lagi. Dan Pancasila adalah sistim Majapahit hasil maha karya Mpu Tantular. Tetapi orang bangsa ini lebih senang dan memahami budaya dan sejarah dari jazirah arab, pujangga arab dan lain sebagainya yang berbau arab. Bangsa ini sudah tidak peduli lagi dengan Tanah Air, adat dan budaya sendiri, tetapi kalau ada bangsa arab yang perang, rakyat ini (mayoritas islam katanya) ingin mengorbankan diri demi harkat dan martabat entah saya sendiri tidak tahu. Biarpun melihat sesama di negeri sendiri hancur, menganggur tidak perduli (aneh). Alam marah dan menghukum bangsa ini karena tidak cinta dengan alam sendiri (sudah di ramalkan dengan leluhur 500 tahun yang lalu). Tapi silahkan tidak percaya karena semua punya hak asasi masing-masing untuk menyadari.
Itulah sebagian kecil ajaran dari leluhur Majapahit yang menjadi kebanggaan Nusantara dan juga pernah menyatukan Nusantara , yang sekarang di anggap kafir-kufur-batil-roh, hantu dan sebagainya, tapi mengajarkan budi pekerti yang luhur. Tidak seperti bangsa Arab yang suka perang hanya masalah sepele ” harga diri ” dan keyakinan harus berperang dengan saudara satu leluhur dan ini mulai merembet ke Nusantara.Dan Leluhur kita adalah bukan bangsa Arab. Adam Hawa Leluhur ARAB 5000 tahun, tapi leluhur kita sudah jutaan tahun terbukti di Sangiran, Trinil dekat aliran Bengawan Solo. Pikirkan dan renungkan Berkacalah apakah kita sama dengan orang Timur Tengah.(Penulis red)